saya seorang tenaga pengajar di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. saat ini menjadi Ketua MGMP PAI Kota Bandar Lampung, Pengurus APKS PGRI Propinsi Lampung. Pengurus Forum Guru Motivator Penggerak Literasi (FGMP;) Lampung. \xd Guru Penggerak angkatan 7 dan Pengajar Praktik angkatan 11 kota bandar Lampung.\xd saya aktif menulis di berbagai media elektronik daerah/nasional
Digitalisasi Pendidikan dari Layar ke Lompatan Sistem Pembelajaran Indonesia
4 jam lalu
***
Oleh : [Herimirhan]
Digitalisasi pendidikan kini menjadi tema besar yang tidak bisa dihindari. Pemerintah meluncurkan program ambisius yang menyasar ratusan ribu sekolah dengan tujuan memperkuat kualitas pembelajaran di era digital. Namun, pertanyaan yang muncul tetap relevan: Quo vadis digitalisasi pendidikan? Ke mana arah langkah besar ini akan membawa sistem pembelajaran Indonesia?
Digitalisasi Pendidikan Dari Layar ke Lompatan Sistem Pembelajaran Indonesi yang benar-benar mentransformasi paradigma pendidikan nasional?
Janji Digitalisasi: Efisiensi dan Akses
Di atas kertas, digitalisasi menjanjikan banyak hal. Efisiensi administrasi sekolah, transparansi data, dan manajemen kelas yang lebih terstruktur bisa tercapai melalui platform digital. Guru tidak lagi terbebani laporan manual, sementara siswa bisa mengakses materi kapan pun dan di mana pun.
Lebih dari itu, digitalisasi juga membuka akses luas bagi sekolah-sekolah di pelosok untuk terhubung dengan sumber belajar global. Ketimpangan informasi yang selama ini menjadi masalah kronis, berpotensi dipersempit melalui konektivitas digital.
Belajar yang Lebih Personal
Salah satu potensi terbesar digitalisasi adalah lahirnya pembelajaran personal (personalized learning). Teknologi memungkinkan setiap siswa belajar sesuai ritme, minat, dan kebutuhannya. Tidak semua murid harus diperlakukan seragam, karena sistem digital bisa menyesuaikan konten dengan profil belajar masing-masing.
Jika benar-benar diterapkan, model ini bisa mengatasi kelemahan sistem lama yang sering menekan siswa dengan standar tunggal, tanpa memperhatikan keberagaman kemampuan.
Tantangan Kesenjangan Digital
Namun, optimisme ini tidak boleh menutup mata pada kenyataan di lapangan. Masih banyak sekolah yang kesulitan jaringan internet, terbatas listrik, atau bahkan belum memiliki perangkat dasar.
Digitalisasi tanpa pemerataan justru berisiko melahirkan ketidakadilan baru: siswa di kota besar menikmati pembelajaran interaktif, sementara anak-anak di daerah 3T hanya bisa menonton dari kejauhan.
Guru sebagai Katalis Perubahan
Digitalisasi bukan sekadar soal teknologi, melainkan juga soal manusia yang menggunakannya. Guru memegang peran vital. Tanpa kesiapan guru, semua perangkat hanyalah benda mati tanpa nilai pedagogis.
Pelatihan guru harus fokus pada perubahan paradigma. Guru bukan lagi sekadar pemberi informasi, tetapi fasilitator yang membantu siswa menemukan makna belajar melalui teknologi.
Mengubah Pola Pikir Belajar
Sistem pembelajaran di Indonesia masih kental dengan pola satu arah: guru bicara, siswa mendengar. Digitalisasi berpeluang mengubah pola ini, asalkan teknologi digunakan untuk menciptakan interaksi dua arah yang hidup.
Kelas digital harus menjadi ruang dialog, eksplorasi, dan kolaborasi. Siswa tidak sekadar mendengar, tetapi juga mencipta, berdiskusi, dan berinovasi.
<--more-->
Selain kemampuan teknis, digitalisasi juga menuntut literasi digital yang kuat. Siswa harus mampu memilah informasi, berpikir kritis, dan bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi.
Tanpa itu, digitalisasi justru berisiko membawa anak pada paparan hoaks, perundungan siber, atau bahkan kecanduan layar. Karena itu, pendidikan etika digital menjadi bagian yang tak boleh terabaikan.
Dimensi Humanis yang Tak Boleh Hilang
Teknologi adalah alat, bukan tujuan. Digitalisasi tidak boleh mengorbankan nilai-nilai humanis dalam pendidikan. Sekolah harus tetap menjadi ruang tumbuhnya karakter, empati, dan kebersamaan.
Interaksi tatap muka, nilai gotong royong, dan relasi emosional guru-siswa tetaplah pilar utama. Digitalisasi harus memperkuat, bukan menggantikan.
Menuju Transformasi Sistem
Jika dikelola dengan serius, digitalisasi bisa membawa perubahan sistemik: dari pembelajaran seragam menuju adaptif, dari pendidikan tertutup menuju keterhubungan global.
Namun, jika hanya dijalankan sebatas proyek infrastruktur, maka digitalisasi akan berakhir sebagai kosmetika pendidikan yang tidak mengubah inti masalah.
Maka, quo vadis digitalisasi pendidikan? Jawabannya bergantung pada bagaimana kita mengelola peluang dan tantangan ini. Apakah kita berani menempatkan manusia—guru dan siswa—sebagai pusat, atau justru membiarkan teknologi berjalan tanpa arah?
Jika arah ini dijaga, digitalisasi tidak hanya akan menghadirkan layar baru di kelas, tetapi juga lompatan besar dalam sistem pembelajaran Indonesia. Lompatan yang memanusiakan, memberdayakan, dan mempersiapkan generasi emas 2045.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Menguatkan Spirit Kebersamaan dan Kepedulian Sosial; Teladan Rasulullah SAW
Sabtu, 6 September 2025 15:53 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler